Senin, 13 Desember 2010

PROFIL LENGKAP PTPN XI

BAB I
Sejarah Perusahaan
PT Perkebunan Nusantara XI (Persero) atau PTPN XI adalah badan usaha milik negara (BUMN) agribisnis perkebunan dengan core business gula. Perusahaan ini bahkan satu-satunya BUMN yang mengusahakan komoditas tunggal, yakni gula, dengan kontribusi sekitar16-18% terhadap produksi nasional. Sebagian besar bahan baku berasal dari tebu rakyat yang diusahakan para petani sekitar melalui kemitraan dengan pabrik gula (PG).
Pendirian perusahaan sesuai Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 16 Tahun 1996 tanggal 14 Pebruari 1996 dan merupakan gabungan antara PT Perkebunan XX (Persero) dan PT Perkebunan XXIV-XXV (Persero) yang masing-masing didirikan berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 6 Tahun 1972 dan No. 15 Tahun 1975. Anggaran Dasar Perusahaan Perseroan yang dibuat berdasarkan Akte Notaris Harun Kamil SH, No. 44 tanggal 11 Maret 1996, telah dilakukan perubahan dan mendapat persetujuan sesuai Keputusan Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia No. C-21048HT.01.04.Th.2002 tanggal 29 Oktober 2002.
Persetujuan Perubahan Anggaran Dasar tersebut sesuai dengan format isian Akta Notaris Model II yang tersimpan dalam database Salinan Akta Nomor 02 tanggal 02 Oktober 2002, yang dibuat oleh Notaris Sri Rahayu Hadi Prasetyo SH, berkedudukan di Tangerang.
Walaupun demikian, secara umum sebagian besar unit usaha di lingkungan PTPN XI telah beroperasi sejak masa kolonial berkuasa di Hindia Belanda. Kantor Pusat PTPN XI sendiri merupakan peninggalan HVA yang dibangun pada tahun 1924 dan merupakan lambang konglomerasi industri gula saat itu. Bentuk perusahaan berulang kali mengalami perubahan dan restrukturisasi terakhir terjadi pada tahun 1996 bersamaan dengan penggabungan 14 PTP menjadi 14 PTPN.
Permodalan Perusahaan
Sesuai peraturan pemerintah No.16 tahun 1996, PT. PERKEBUNAN XX (PERSERO) dan PT. PERKEBUNAN XXIV XXV (PERSERO) digabungkan/dilebur tanpa melakukan likuidasi
dengan menjadi perseroan baru yang bernama “PT. PERKEBUNAN NUSANTARA XI (PERSERO).modal dari perseroan baru ini didapatkan dari aset PT. PERKEBUNAN sera aset dari PT. PERKEBUNAN XXIV XXV (PERSERO), tidak termasuk aset pabrik gula palaiharidi Kalimantan Selatan yang pengelolaannya diserahkan kepada PT.PERKEBUNAN NUSANTARA XIII (PERSERO).
Dalam akte pendirian Notaris Harun Kamil, SH No. 44 tanggal 11 maret 1996 modak dasar perusahaan ditetapkan sebesar Rp. 300 milyar, dalam perkembangannya sesuai
dengan akte Notaris Sri Rahayu Hadi Prasetyo, SH, tanggal 02 oktober 2002 yang telah disahkan berdasarkan keputusan Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia
Republik Indonesia No. C 21048 HT.01.04 TH 2002, modal dasar perseroan berubah menjadi Rp. 650 Milyar
Modal disetor perusahaan sebesar Rp. 165 milyar terdiri dari : 75.000 Saham utama dengan nilai Rp. 75 milyar.
90.000 saham biasa dengan nilai Rp. 90.000 milyar.
Berdasarkan Anggaran dasar perseroan, Struktur Permodalan perusahaan adalah sebagai berikut :
Uraian Rp / Juta
Modal Dasar 65.000,-
Modal Disetor 165.000,-
Modal yang masih harus disetor 485.000,-
Nilai Nominal per saham 1



Penelitian dan Pengembangan Usaha
Untuk menunjang percepatan peningkatan kinerja, PTPN XI telah melakukan kerja-sama dengan sejumlah pihak khususnya dalam bentuk penelitian dan uji lapang (kalibrasi) hasil-hasil penelitian sebelum dapat diaplikasikan secara luas.
Kerja-sama dengan mitra usaha
• PT. Indo Aciditama Tbk. – Uji efikasi pupuk Pomi
• PT. Petrokimia Gresik – Uji efikasi pupuk organik Super Petro
• PT. Petrokimia Kayaku – Uji efikasi pupuk Petronio
• PT. Petrosida Gresik – Uji efikasi kapur pertanian
• PT. Nutrisi Pertanian – Uji efikasi pupuk Ergon Super
• PT. Windu Kamukten – Uji efikasi pupuk cantik Cap Kuda
• PT. Agrimas Cipta Mandiri – Uji efikasi pupuk Wuxal basis
• PT. Agrimas Cipta Mandiri – Uji efikasi pupuk majemuk Real Steany
• PT. Jaya Abadi Manunggal Sejati – Uji efikasi pupuk Nutrisi Saputra
• PT. Bogor Highgrow – Uji efikasi pupuk Higrow Super Tani
• PT. Saprotan N. AgroUtama – Uji efikasi herbisida Posat SA & 865
• PT. Ragam Mandiri – Uji efikasi Maron 50 f & Godam 520 SL
• PT. Windu Kamukten – Uji efikasi herbisida Tarnat 80v/p & DMA6
• PT. Pijar Nusa Pasifik – Uji efikasi Insektisida Furadan 3 G
Kerjasama dengan lembaga/ instansi dalam negeri
• Pusat Penelitian Perkebunan Gula – kerja-sama aplikasi kebun orientasi varietas dan introduksi varietas unggul baru lokal.
• Balai Penelitian Bioteknologi Genetika Tanaman Pangan (BALITBIOGENTAN) Bogor mengenai aplikasi varietas tebu Rekayasa genetika
• Universitas Jember – penelitian tanaman tebu rekayasa genetik metoda SPS (sucrose phospate syntase).
• Institut Teknologi Bandung – penelitian mengenai rekayasa genetic metoda PFP (pyrophospate fructose phospo- fructokinase) dan gula platinosa.
• Institut pertanian Bogor – peneletian mengenai tebu rekayasa genetika efisien pupuk Phospat gen PS-IPB 1 (phytase)
• Balai Penelitian dan Pengembangan Mutu Benih – penelitian mengenai sertifikasi mutu benih kebun bibit di unit-unit usaha.
Kerjasama Luar Negeri
• Ajinomoto International Inc. Japan – penelitian tanaman tebu rekayasa genetika toleran kekeringan.
• CIRAD - introduksi varietas unggul ex luar negeri.
• Program Uitzending Manager (PUM) pengganti dari The Nederland Management Cooperation – kerja-sama peningkatan kinerja petani, bidang tanaman, bidang pabrikasi dan pengolahan, bidang kesehatan / rumah sakit
Keuangan
Laba (Rugi) Usaha Tahun 2008
Dari resultante sejumlah faktor yang mencakup produksi, harga jual, upaya pengendalian biaya, dan pemanfaatan peluang sesuai strategi bisnis tahun 2008, perusahaan memperoleh laba sebelum pajak sebesar Rp 35.784 juta, dengan perincian sebagai berikut :
Laba (Rugi) Usaha Sebelum Pajak Tahun 2008
No Uraian Jumlah (unit) 2007 2008 % Capaian
1 Pabrik Gula
(gula dan tetes) 16 45.592 38.609 84,7
2 Pabrik Karung
(karung goni dan plastik) 1 (1.763) (3.277) 185,9
3 PASA (alkohol dan spiritus) 1 1.604 (3.297) (309,9)
4 Rumah Sakit 1 (2.197) 3.749 (170,6)
5 Gula Impor
(white dan raw sugar) 0 70.158 0 0
LABA SEBELUM PAJAK 22 112.854 35.784 31,7

Penyebab turunnya laba usaha sebelum pajak, antara lain :
• Turunnya hasil produksi gula milik PTPN XI sebesar 15,3% dan harga jual gula jika dibandingkan dengan realisasi 2007 akibat pasar kurang kondusif yang ditandai tertekannya harga jual.
• Tidak terealisasinya penjualan gula impor yang menyumbangkan laba Rp. 8.323 juta karena perusahaan tidak mendapatkan ijin impor menyusul jumlah tebu yang dinilai cukup.
Investasi Baru
Investasi dilakukan baik pada level usahatani (on farm) maupun pabrik (off farm). Pada level budidaya, investasi diarahkan pada perbaikan infrastruktur pertanian agar mampu menunjang proses produksi secara berkelanjutan, antara lain introduksi varietas unggul berproduyktivitas tinggi, kecukupan agro-inputs, penggunaan alat/mesin pertanian, dan perbaikan manajemen tebang-angkutn yang menunjang keberhasilan teknologi pascapanen. Sedangkan investasi pada level beriorentasikan penggantian mesin dan peralatan (replacement) adalah meningkanya produktivitas, efisiensi dalam pengalokasian sumber-daya, dan mutu produk sehingga secara keseluruhan berdampak positip terhadap membaiknya kinerja operasional.
Realisasi Investasi Baru Tahun 2008 (dalam juta Rupiah)
No Uraian 2007 2009 % Capaian
1 Aktiva Tak Berwujud 612 3.573 583,8
2 Gedung dan Penatara 7.487 7.406 98,9
3 Mesin dan Instalasi 96.497 263.642 273,2
4 Jalan dan Jembatam 1.712 2.981 174,1
5 Alat Pengangkutan 4.801 7.612 158,6
6 Alat Pertanian 3.059 4.611 150,7
7 Inventaris Kantor/Rumah 5.943 2.215 37,3
Jumlah 120.111 292.040 243,1
Investasi baru terealisasi mengalami kenaikan 143,1% dibanding realisasi 2007 antara lain dimaksudkan untuk meningkatkan kinerja operasional. Revitalisasi dalam bentuk peningkatan kapasitas pada 2 PG besar, yakni PG Djatiroto (dari 5.500 menjadi 8.000 TCD) dan PG Semboro (dari 4.500 menjadi 7.000 TCD), merupakan upaya nyata PTPN XI untuk dapat menggiling semua tebu saat rendemen optimal, giling berakhir sebelum musim penghujan tiba, sera memberikan pelayanan lebih baik dan lebih cepat kepada para petani tebu rakyat. Investasi untuk peningkatan mutu produk juga dilakukan di PG Semboro melalui alih proses dari sulfitasi keremelt karbonatasi dengan harapan gula dihasilkan setara semi-rafinasi. Dengan produk semacam itu, PTPN XI siap melakukan penetrasi ke pasar eceran secara langsung.
Tingkat Kesehatan Perusahaan dan KPI
Hasil perhitungan tingkat kesehatan PTPN XI berdasarkan Keputusan Menteri BUMN Negara Nomor KEP-100/MBU/2002 tanggal 04 Juni 2002 mencapai total skor sebesar 60.91 dengan kurang sehat (BBB). Rincian skor tersaji pada tabel berikut :
Tingkat Kesehatan Perusahaan
No Uraian 2007 2008 % Capaia
1 Aspek Keuangan 64,00 35,75 55,9
2 Aspek Operasional 14,21 13,16 92,6
3 Aspek Administrasi 12,00 12,00 100,0
Total Skor 90,21 60,91 67,5
4 Klasifikasi AA BBB
5 Kinerja Sehat Kurang Sehat
Salah satu kesepakatan yang harus dipenuhi sesuai kontrak manajemen dengan Pemegang Saham adalah tercapainya target KPI Tahun 2008 minimal sebesar 100%. Hasil kajian perhitungan skor KPI berdasarkan realisasi kinerja tahun 2008 dibandingkan target KPI RKAP Tahun 2008, sebagai berikut :
Key Performance Indicators (KPI)
No Uraian 2007 2008 % Capaian
1 KPI Finansial 29,99 26,89 89,66
2 KPI Operasional 38,42 36,70 95,52
3 KPI Dinamis 24,31 23,67 97,38
Total Skor KPI 92,72 87,26 94,12
Pencapaian realisasi KPI tahun 2008 sebesar 87,26 poin atau 94,12 % dari realisasi 2007 :
• Pencapaian laba lebih rendah berpengaruh terhadap rasio EBIT, profit margin dan ROCE secara signifikan, sebagai konsekuensi tidak tercapainya realisasi produksi gula milik PTPN XI sesuai target 2008.
• Meningkatnya collection period (CP) akibat naiknya piutang usaha akibat kebijakan pengakuan pendapatan secara akrual
• Investasi pabrik di bawah sasaran sebagai akibat kondisi likuiditas perusahaan
Pemasaran
Gula masih merupakan sumber pendapatan utama PTPN XI. Sangat logis bila fluktuasi perolehan gula milik PG (baik yang berasal dari tebu sendiri maupun bagi hasil atas kemitraan dengan tebu rakyat) dan harga berdampak luas terhadap kinerja perusahaan. Keberadaan Indonesia sebagai produsen (untuk gula kistal putih) dan importir (gula rafinasi dan raw sugar) menjadikan perubahan sekecil apa pun pada lingkungan strategik berimbas terhadap terbentuknya harga domestik. Para pedagang menggunakan transaksi di Bursa Berjangka London dan New York sebagai referensi saat melakukan transaksi atas gula milik PTPN XI.
Realisasi penjualan hasil produksi gula milik sendiri, tetes, alkohol, spiritus, karung dan tali/ kain goni, karung plastik serta gula impor tahun 2008 dibandingkan realisasi tahun 2007 dan RKAP 2008 sebagai berikut.

Volume Penjualan Hasil Produksi Tahun 2008
No Uraian Satuan 2007 2008 % Capaian
1 Gula ton 204.338 228.722 138,4
2 Tetes ton 279.487 363.285 130,0
3 Alkohol liter 4.119.033 6.055.820 147,0
4 Spiritus liter 1.746.750 1.600.900 91,7
5 Karung Plastik lembar 68.731 9.823.962 104,0
6 Karung Goni lembar 128.082 105.047 152,8
7 Tali dan Kain Goni kg 128.520 125.596 98,1
8 White Sugar eks Impor ton 98.520 0 0
9 Eks Raw Sugar ton 40.225 0138,4 0
Realisasi penjualan gula mencapai 282.722 ton atau 38,4% lebih tinggi dibanding realisasi 2007 sebesar 204.388 ton sebagai upaya mengkompensasi jatuhnya akibat jenuhnya pasar karena ditengarai merembesnya gula rafinasi di pasaran konsumen. Murahnya harga gula dunia mendorong industri makanan dan minuman meningkatkan volume impor gula rafinasi secara langsung ke pasar global. Pasar gula rafinasi produksi dalam negeri berbahan baku raw sugar impor yang tertekan dan jumlahnya impor yang disinyalir lebih banyak dibanding kebutuhan, menyebabkan stagnasi penjualan sesuai segmennya membuat sebagian mengalir ke pasar eceran. Meskipun pada periode triwulan IV/2008 terdapat kecenderungan kenaikan harga gula, tetapi karena kondisi pasar belum cukup kondusif peluang tersebut belum dapat dimanfaatkan secara optimal.
Dalam pada itu, penjualan hasil produksi non core business seperti tetes, alkohol, karung plastik, dan tali/kain goni relatif lebih baik dibanding realisasi tahun 2007. Jumlah persediaan akhir gula dan tetes dapat dilihat di tabel.
Realisasi Persediaan dan Penjualan Gula dan Tetes.
No Uraian Satuan 2007 2008 % Capaian
1 GULA
Persediaan Awal
Produksi Milik Sendiri
Siap Jual
Penjualan
Persediaan Akhir ton 16.754
249.584
266.338
204.338
62.000 62.000
231.760
293.760
282.722
11.038 370,1
92,9
110,3
138,4
17,8
2 TETES
Persediaan Awal
Produksi
Siap Jual
Penjualan
Persediaan Akhir ton 29.497
324.173
353.670
279.487
74.183 74.183
309.245
383.428
366.733
16.694 251,5
95,4
108,4
131,2
22,5
Sebagai akibat terjadinya penurunan produksi, realisasi penjualan gula eks produksi 2008 dan persediaan akhir gula tahun 2008 mengalami penurunan cukup signifikan. Kondisi lainnya adalah harga gula yang kurang kondusif menyusul murahnya harga gula dunia, sebagian gula rafinasi ditengarai masuk ke pasar eceran dan menjadi kompetitor tidak sehat terhadap gula lokal sebagaimana diuraikan di atas. Dalam beberapa kali tender gula milik petani, harga terbentuk berada di bawah harga pokok penyanggaan (floor price) yang ditetapkan pemerintah sebesar Rp. 5.000 per kg
Penjualan dan Analisis Pasar
TENTANG BIDANG PENJUALAN DAN ANALISIS PASAR
Penjualan produk merupakan upaya perusahaan untuk mendapatkan pendapatan secara riil. Ketepatan waktu menjual menjadi momen paling berharga guna mendapatkan nilai produk tertinggi yang pada gilirannya berdampak signfikan terhadap pendapatan secara keseluruhan. Untuk bisa menjalankan fungsi penjualan dengan baik, dengan sendirinya selain pelayanan prima dan berorientasi terhadap kebutuhan konsumen, upaya memahami pasar mesti dilakukan melalui sebuah analisis secara komprehensif yang di dalamnya menyangkut pula market intelligent. Dalam praktek nyata, untuk mendapatkan harga jual gula terbaik, PTPN XI misalnya melakukan analisis pasar yang mengacu harga gula dunia terakhir, harga pada tingkat konsumen akhir (pasar tradisional dan swalayan), dan harga tender beberapa perusahaan terkini.
Untuk dapat menjalankan fungsi tersebut, Bidang Penjualan dan Analisis Pasar telah menetapkan kebijakan :
• mengembangkan jakur distribusi penjualan
• mengefektifkan sistem dan pola kerja
• meningkatkan efektivitas dan efiensi biaya pemasaran
• mengendalikan pencapaian target
• meningkatkan profitabilitas melalui harga jual optimal
Program Kemitraan dan Bina Lingkungan
PKBL pada dasarnya adalah wujud kepedulian perusahaan terhadap kondisi masyarakat sekitar, khususnya untuk pengembangan usaha mikro, kecil, dan koperasi dari laba disisihkan. Melalui PKBL, perusahaan merasa terpanggil untuk turut memberdayakan masyarakat sekitar dengan mendorong kegiatan produktif dan perluasan kesempatan berusaha sehingga dapat diperoleh kemajuan bersama. PKBL memungkinkan hubungan antara perusahaan dan masyarakat menjadi lebih harmonis.
Program Kemitraan
Realisasi penggunaan dana program kemitraan dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan. Pengembangan kapabilitas mitra binaan dalam peningkatan volume dan kualitas produk terus diupayakan. PKBL tidak hanya memberikan pinjaman lunak untuk keperluan pengembangan usaha, namun juga bimbingan manajemen dan perluasan akses pasar. Beberapa mitra binaan sering diiukutkan dalam pameran yang bersifat lokal maupun nasional, seperti PKBL BUMN Expo yang digelar di sejumlah kota. Salah satu di antaranya, Anindita, yang berkonsentrasi pada sulam lukis dan batik beberapa kali mendapatkan penghargaan. Kreativitas Anindita antara lain keberhasilannya mengembangkan batik khas Surabaya bertajuk Bayu Sumilir.
Selain untuk pengembangan usaha bagi masyarakat yang tidak terkait secara langsung dengan core business gula, PKBL PTPN XI juga memberikan pinjaman lunak kepada para petani tebu rakyat mandiri yang selama ini belum tersentuh modal kerja berupa kredit program. Pinjaman kepada petani semacam ini diharapkan lebih memantapkan kerja-sama yang telah terjalin, khususnya dalam penyediaan bahan baku tebu. PTPN XI berharap penyaluran pinjaman tidak sekedar memperkuat pola pembiayaan usahatani, namun juga upaya nyata dalam peningkatan produktivitas.
Adanya pinjaman memungkinkan para petani lebih serius dalam melakukan perbaikan mutu intensifikasi budidaya, penyediaan agro-inputs sesuai kebutuhan tanaman, perbaikan manajemen tebang-angkut, dan ekpansi areal. Realisasi program kemitraan disajikan pada tabel.
Realisasi Program Kemitraan (dalam jutaan rupiah)
No Uraian 2007 2008
1 Saldo Awal 5.890.446 7.166.067
2 Penyisihan Laba 1.370.375 509.839
3 Penerimaan
Pengembalian Pinjaman
Jasa Administrasi
Jasa Giro
Lain-lain
Jumlah Dana Tersedia 5.805.500
292.584
192.814
0
6.290.899 3.291.744
216.237
366.711
0
11.550.599
3 Penggunaan
Pinjaman Mitra Binaan
• Petani Tebu Rakyat Mandiri
• Usaha Kecil
• Koperasi
Hibah
Biaya Operasional
Jumlah Penggunaan 4.294.597
1.193.000
499.000
274.261
124.813
6.385.673 2.732.190
1.198.000
175.000
468.942
394.236
4.968.369
4 Sisa Dana 7.166.067 6.582.230

Program Bina Lingkungan
Bina Lingkungan merupakan salah satu wujud kepedulian perusahaan terjadap komunitas lokal yang bersifat jangka menengah dan jangka panjang, khususnya yang berada di sekitar unit usaha. Meskipun jumlah tidak terlalu besar, namun manfaat langsung yang dirasakan masyarakat dapat menjadi pengikat rasa persaudaraan dan kebersamaan yang selama ini menjadi tolok ukur keberhasilan. Sebagian dana dialokasikan untuk bantuan bagi para korban bencana alam, pembangunan infrastruktur fisik (jalan, jembatan, rumah ibadah), peningkatan sarana kesehatan, pendidikan dan latihan.
Program Bina Lingkungan 2007 dan 2008 (dalam jutaan rupiah)
No Uraian 2007 2008
1 Dana Tersedia
Saldo Awal
Penyisihan Laba
Jasa Giro
Jumlah Dana Tersedia 2.971.816
2.740.750
83.051
5.795.618 4.635.893
1.019.679
149.639
5.805.211
2 Penyaluran
Bencana Alam
Pendidikan dan Latihan
Pelayanan Kesehatan
Sarana dan Prasarana Umum
Sarana Ibadah
Pelestarian Alam
BUMN Peduli
Biaya Operasional
Realisasi Penggunaan 68.417
250.864
125.041
114.500
532.153
0
68.0000
747.000
1.159.724 127.878
456.294
447.766
231.886
375.823
52.200
497.000
9.478
2.198.330
3 Sisa Dana 4.635.893 3.606.881



Visi dan Misi
Visi Perusahaan
Menjadi Perusahaan yang mampu meningkatkan kesejahteraan stakeholders secara berkesinambungan.

Misi Perusahaan
Menyelenggarakan Usaha agribisnis, utamanya yang bebrbasis tebu melalui pemanfaatan sumberdaya secara optimal dengan memperhatikan kelestarian lingkungan.

BAB II
Unit Usaha
PTPN XI bergerak dalam bidang usaha agribisnis perkebunan tebu yang menghasilkan produk utama gula pasir dan tetes. Di samping itu PTPN XI juga memiliki unit usaha yang menghasilkan :
• Kemasan karung goni dari bahan baku serat.
• Kemasan karung plastik dari bahan baku biji plastik.
• Alkohol/Spiritus dari bahan baku tetes.
• Rumah Sakit Umum melayani perawatan kesehatan karyawan perusahaan dan penderita dari masyarakat umum.
Secara keseluruhan, unit usaha dan wilayah kerja PTPN XI dan lokasinya disajikan pada tabel di bawah ini.
Unit Usaha di Lingkungan PTPN XI
Unit Usaha Kabupaten/Kota Nama Unit Usaha

Pabrik Gula Kabupaten Ngawi
Kabupaten Magetan
Kabupaten Madiun
Kabupaten Pasuruan
Kabupaten Probolinggo
Kabupaten Lumajang
Kabupaten Jember
Kabupaten Situbondo

Kabupaten Bondowoso PG Soedhono
PG Poerwodadie, PG Redjosarie
PG Pagottan, PG Kanigoro
PG Kedawoeng
PG Wonolangan, PG Gending, PG Padjarakan
PG Djatiroto
PG Semboro
PG Wringinanom, PG Olean, PG Pandjie,
PG Assembagoes
PG Pradjekan
Pabrik Alkohol dan Spiritus Kabupaten Lumajang PASA Djatiroto
Pabrik Karung Kota Surabaya PK Rosella Baru
Rumah Sakit Kota Malang
Kabupaten Probolinggo
Kabupaten Lumajang
Kabupaten Situbondo RS Lavalette
RS Wonolangan
RS Djatiroto
RS Elizabeth




Tanaman
TENTANG BIDANG TANAMAN
Mengingat core business PTPN XI adalah gula melalui pengoperasian 16 PG berbahan baku tebu, fokus perhatian terhadap peningkatan produktivitas tanaman menjadi sangat urgen. Perubahan lingkungan strategik memaksa cara-cara pengelolaan organisasi tidak lagi dapat mengandalkan keberhasilan di masa lalu. Modal dasar berupa kesesuaian lahan dan agroklimat, tersedianya agroekoteknologi, para petani yang dapat diajak bekerja keras melalui cara-cara cerdas, adanya lembaga penelitian pergulaan bereputasi global yang sangat kompeten, dan terbukanya peluang kerja-sama dengan mitra strategik, akan sangat penting artinya bagi peningkatan produktivitas tanaman. Penyesuaian struktur organisasi terus bergulir agar perusahaan mampu meningkatkan kinerja dalam lingkungan yang makin turbulen.
Bidang ini memberikan supervisi secara intensif ke PG-PG agar praktek budidaya terbaik (best agricultural practices) dapat dilaksanakan dengan baik dan taat asas. Perhatian lain yang menjadi concern, menyangkut penyediaan bibit bermutu (baik untuk kebun sendiri maupun petani tebu rakyat), penataan varietas (mengarah proporsi masak awal, tengah, dan akhir dengan komposisi 30-40-30%), pengendalian jasad pengganggu, kecukupan agro-inoputs, dan perbaikan manajemen tebang-angkut yang menunjang keberhasilan teknologi pascapanen. Bidang ini juga menyiapkan kebun percontohan yang diskenariokan dapat menjadi wahana transfer teknologi dan sarana pembelajaran terkait peningkatan produktivitas bagi para petani tebu.
Sebagai indak lanjut Keputusan Menteri Negara BUMN Bo. KEP-202/MBU/2009 tanggal 30 September 2009, Direktorat Tanaman dibagi menjadi 3 bidang/wilayah :
• Wilayah Barat dengan wilayah kerja PG Soedhono, PG Poerwodadie, PG Redjosarie, PG Pagottan, dan PG Kanigoro.
• Wilayah Tengah dengan wilayah kerja PG Kedawoeng, PG Wonolangan, PG Gending, PG Padjarakan, PG Djatiroto, dan PG Semboro
• Wilayah Timur dengan wilayah kerja PG Wringinanom, PG Olean, PG Pandjie, PG Assembagoes, dan PG Pradjekan.
Tugas utama Bidang Tanaman pada ketiga wilayah adalah memantapkan bahan baku tebu sesuai kapasitas giling semua PG serta pengkajian dan penataan wilayah kerja masing-masing PG.

Produksi Core Business (Pabrik Gula)
Hingga kini, gula yang merupakan core business PTPN XI merupakan komoditas vital-strategik dalam ekonomi pangan Indonesia. Keberadaannya tidak hanya diperlukan untuk sebagai pemani berkalori yang menjadi salah satu bahan kebutuhan pokok (basic needs) masyarakat, melainkan juga bahan baku bagi industri makanan dan minuman. Pola produksinya yang melibatkan petani tebu selaku pemasok bahan baku PG, menjadikan fluktuasi areal dan produktivitasnya secara otomatis berpengaruh terghadap kinerja produksi. Lebih dari 81% bahan baku pada semua PG di lingkungan PTPN XI berasal dari tebu rakyat. Keberhasilan dalam peningkatan produktivitas tebu rakyat dengan sendirinya menjadi sangat penting.
• Sesuai dengan kesepakatan antara manajemen dan Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI), pada tahun 2008 berlaku ketentuan kemitraan penggilingan tebu sebagai berikut :
• Sampai dengan rendemen 6%, petani mendapatkan bagi hasil sebesar 66%. Bagian petani meningkat secara incremental dengan formula 66% ditambah 70% atas kelebihan rendemen terhadap 6%. Tujuan bagi hasil secara proporsional tersebut agar memberikan efek edukasi kepada petani dan bentuk konkretnya adalah keseriusan untuk meningkatkan kualitas budidaya sehingga baik berat tebu maupun rendemen meningkat.
• Petani mendapatkan 25 kg untuk setiap ton tebu digiling.
Di samping mengandalkan tebu yang berasal dari petani, PTPN XI juga mengelola tebu sendiri (TS) baik yang berasal dari kebun sendiri (lahan hak guna usaha pada 3 PG) maupun persewaan dari lahan petani sekitar. Selain merupakan profit centre, pengelolaan tebu sendiri juga dimaksudkan memberikan contoh kepada petani tentang praktek budidaya terbaik (best agricultural practices). Dengan demikian, TS menjadi media pembelajaran dan pertukaran informasi terkait pemanfaatan varietas baru dan agroekoteknologi sesuai kondisi ekosistem setempat.
Secara keseluruhan, pada musim giling tahun 2008, PTPN XI menghasilkan gula sebanyak 414.641,3 ton dan tetes 309.796,1 ton. Produksi tersebut diperoleh dari penggilingan tebu sebanyak 5.714.729 ton (TS 1.680.560,2 ton dan TR 4.034.168,7 ton) dari areal seluas 81.123,1 hektar (TS 23.504,0 ton dan TR 58.619,1 ton). Dengan demikian dibanding realisasi tahun 2007, areal mengalami peningkatan sebesar 1,8%, namun jumlah tebu digiling turun 10,7%, total gula turun 4,0%, dan total tetes turun 4,6%.
Produktivitas rata-rata turun 20% (dari 5,33 menjadi 5,04 ton hablur/hektar) sebagai konsekuensi menurunnya berat tebu yang lebih tajam (dari 79,2 menjadi 69,6 ton/ha) dibanding kenaikan rendemen (dari 6,73 menjadi 7,24%). Rincian tingkat produktivitas yang dicapai pada tahun 2008 adalah TS 8,37 ton hablur/ha (tebu 93,1 ton dan rendemen 8,05%) dan TR 5,76 ton hablur/ha (tebu 68,8 ton dan rendemen 6,90%).



Kinerja Produksi Gula dan Tetes
No Uraian Satuan 2007 2008 % Capaian
1 Luas Areal hektar 80.705,7 82.123,1 101,8
2 Tebu Digiling ton 6.402.626,0 5.714.729,0 89,3
3 Produksi Gula
Milik PG
Milik Petani ton
ton
ton 432.135,9
249.135,9
182.552,0 414.641,3
231.760,4
182.880,9 96,0
92,9
100,2
4 Produksi Hablur ton 430.779,1 413.538,1 96,0
5 Produksi Tetes ton 324.173,0 309.796,1 95,6
6 Produktivitas
Tebu
Rendemen
Hablur ton/ha
%
ton/ha 79,2
6,73
5,53 69,6
7,24
5,04 87,9
107,5
94,5
Khusus gula milik PG yang menjadi sumber pendapatan utama perusahaan, pencapaiannya sebesar 231.760,4 ton atau 7,1% lebih rendah dibanding realisasi 2007. Dari inventarisasi penyebab masalah atas tidak tercapainya produktivitas diketahui :
• PG-PG wilayah Madiun mengalami banjir pada awal tahun 2008 seluas 1.137,298 ha, yang mengakibatkan kerusakan akar tanaman dan hambatan pertumbuhan memanjang batang, serta masa giling yang berkepanjangan (s/d Januari 2008) sehingga tinggi tebu tidak tercapai.
• Pembungaan tebu meningkat akibat anomali yang, antara lain ditandai intensitas hujan ekstrim tinggi sehingga kelembaban udara yang juga tinggi memacu inisiasi pembungaan. Kondisi tersebut berakibat terhentinya pertumbuhan vegetatif yang lebih cepat dan berdampak terhadap tidak optimalnya tinggi batang.
• Masa tanam optimal tidak tercapai. Tercatat sampai dengan bulan Agustus 2008 luas areal yang sudah ditanami mencapai seluas 5.659,5 ha (59,6 %) lebih rendah dibanding tahun lalu 7.098,8 ha (68,2 %), karena petani menungggu areal eks padi mengingat tanam padi lebih menguntungkan dan plant cane berasal dari lahan tebu yang harus menunggu tebangan.
• Realisasi rendemen rata-rata sebesar 7,24 %, fase kemasakan tidak serentak dan cenderung lebih awal. Komposisi varietas masih didominasi oleh varietas masak lambat sebesar 55,7 % atau belum sejalan dengan konsep komposisi ideal dengan perbandingan antara masak awal, tengah, dan akhir sebagai 30-40-30%.
• Pemakaian pupuk pada TR yang belum berimbang, tidak tepat waktu dan menggunakan jenis pupuk sipramin yang mendorong tanaman cenderung ke arah fase vegetatif (sulit masak).
Produksi Non Core Business
Secara umum kinerja hasil usaha non core business (meliputi alkohol, spiritus, karung dan RS) pencapaiannya dibandingkan dengan realisasi 2007 disajikan pada tabel berikut :
Produksi Non Core Business
No Uraian Satuan 2007 2009 % Capaian
1 Alkohol liter 6.725.400 6.864.200 102,1
2 Spiritus liter 1.655.750 1.691.900 102,2
3 Karung Plastik lembar 10.039.182 10.141.902 101,0
4 Karung Goni lembar 87.291 85.982 98,5
5 Tali dan Kain Goni kg 130.824 101.157 77,3
6 White Sugar Eks Impor ton 98.620 0 0
7 Eks Raw Sugar ton 40.225 0 0
8 Rumah Sakit :
BOR
Hari Perawatan
Jumlah Tempat Tidur %
hari
unit 64,10
78.115
324 60,45
79.697
334 94,3
102,0
103,1
Pencapaian kinerja produksi non-core businesss selama tahun 2008 dan perbandingannya dengan realisasi 2007 dapat diabstraksian sebagai berikut :
• Realisasi produksi alkohol dan spiritus relatif stabil walaupun mengalami kenaikan masing-masing sebesar 2,1 dan 2,2% dibanding realisasi 2007.
• Sejalan kebijakan manajemen untuk tidak memproduksi karung goni berbahan baku serat, secara bertahap produksi karung plastik berbahan baku bijih plastik ditingkatkan. Pada tahun 2008, produksi karung plastik naik 1,0%, pada saat bersamaan produksi karung goni turun 1,5% serta kain dan tali goni turun 12,7%.
• Sejalan upaya pemerintah untuk meningkatkan produksi gula menuju swasembada melalui program akselerasi peningkatan produktivitas, pada tahun 2008 tidak ada lagi kegiatan impor gula kristal putih (plantation white sugar). Kalau pun produksi dalam negeri belum mampu menutup seluruh kebutuan, impor berbentuk gula kristal mentah (raw sugar) dengan harapan mengatasi idle capacity PG-PG yang nasih kekurangan tebu akibat rendanya animo petani sehingga nilai tambah diperoleh masuk ke Indonesia. Namun demikian, karena jumlah tebu tahun 2008 dinilai cukup dan pemerintah juga tidak mengeluarkan ijin, rencana PTPN XI mengimpor raw sugarsebanyak 36.400 ton tidak dapat dilakukan.
• Realisasi kinerja RS relatif stabil dibanding realisasi tahun 2007. Meskipun hari perawatan meningkat 2,0% dan jumlah tempat tidur naik 3,1%, namun BOR turun 5,7%
Pabrik Gula
PTPN XI (PERSERO) mempunyai beberapa unit usaha Pabrik Gula yang tersebar di beberapa tempat, antara lain :
1. PG Soedhono
2. PG Poerwodadie
3. PG Redjosarie
4. PG Pagottan
5. PG Kanigoro
6. PG Kedawoeng
7. PG Wonolangan
8. PG Gending
9. PG Padjarakan
10. PG Djatiroto
11. PG Semboro
12. PG Wringinanom
13. PG Olean
14. PG Pandjie
15. PG Assembagoes
16. PG Pradjekan

PG Assembagoes
SEKILAS TENTANG PG ASSEMBAGOES
Beroperasi sejak masa kolonial, sebelum restrukturisasi BUMN Perkebunan tahun 1996 PG yang administratif masuk wilayah Kabupaten Situbondo ini menjadi unit usaha PTP XXIV-XXV. PG Assembagoes merupakan lambang keberhasilan dalam pengelolaan kebun dan PG secara terintegrasi. Dukungan lahan hak guna usaha baik di Asembagus maupun Banyuwangi sangat menopang keberadaan PG tidak saja dalam pasokan tebu secara berkelanjutan, namun juga terselenggaranya kebun bibit dan peragaan yang sangat efektf dalam mewujudkan media pembelajaran bagi para petani. Limbah padat PG berupa blotong (filter cake) yang didekomposisikan dan diperkaya nutrisi menjadi biofertilizer dimanfaatkan untuk menjafa dan/atau meningkatkan kesuburan tanah.
Pada tahun 2010, PG Assembagoes merencanakan giling tebu sebanyak 447.017,0 ton (tebu sendiri 106.385,0 ton dan tebu rakyat 340.632,0 ton) yang diperoleh dari areal seluas 5.097,1 ha (TS 1.312,3 ha dan TR 3.784,8 ha). Gula dihasilkan diproyeksikan mencapai 37.418,2 ton (milik PG 18.951,7 ton dan milik petani 18.466,5 ton) dan tetes 20.115,8 ton. Selain areal berasal dari kecamatan dalam wilayah Kabupaten Situbondo, juga terdapat di Kabupaten Banyuwangi. Kapasitas PG 3.000 tth (tidak termasuk jam berhenti) atau 2.634 tth sudah termasuk jam berhenti.
Daya saing tebu yang lebih tinggi dibanding komoditas agribisnis lain, menjadikannya tanaman alternatif paling menguntungkan di mata petani. Produksi yang melimpah menyebabkan surplus sehingga sebagian di antaranya dipasok untuk PG-PG lain yang bahan bakunya belum mantap. Tercatat PG Pandjie dan PG Olean yang selalu mendapat limpahan tebu dari PG Assembagoes. Walaupun demikian, pengembangan areal terus dilakukan, baik TS maupun TR, seirama kapabilitas PG untuk menggiling tebu lebih banyak. Sasaran utama adalah daerah sawah berpengairan teknis yang secara agronomis juga digunakan untuk budidaya padi dan palawija. PG Assembagoes yakin melalui penerapan agroekoteknologi, kecukupan agroinputs, penataan masa tanam, dan perbaikan manajemen tebang-angkut, produktvitas yang meningkat akan menjadi daya tarik bagi petani untuk menjadikan tebu sebagai komoditas alternatif. Selain itu, pengembangan juga dilakukan ke lahan kering sepanjang air dapat dipompa secara artesis. Termasuk dalam konteks ini rencana kerja-sama pemanfaatan lahan perkebunan untuk ditanami tebu, seperti Pasewaran. Upaya menarik animo petani juga dilakukan melalui perbaikan kinerja pabrik dan kelancaran giling.
Sadar akan pentingnya tebu rakyat dalam pemenuhan kebutuhan bakan baku dan pengembangan PG lebih lanjut, pelayanan prima kepada petani teru diupayakan dengan sebaik-baiknya. Secara periodik, PG menyelenggarakanForum Temu Kemitraan (FTK) guna membahas berbagai persoalan yang dihadapi petani, baik di luar maupun dalam masa giling. Dalam upaya peningkatan produktivitas, PG Assembagoes antara lain melakukan optimalisasi masa tanaman dan penataan varietas menuju komposisi ideal dengan proporsi antara masak awal, tengah dan akhir dengan sasaran 2010/11 berbanding 30-40-30. Melalui kebun semacam ini, petani diharapkan dapat belajar lebih banyak tentang pengelolaan kebun melaluibest agricultural practices.
PG Djatiroto
SEKILAS PG DJATIROTO
BAGI telinga awam, nama Djatiroto tidaklah terlalu asing. Djatiroto sering dikonotasikan sebagai tempat atau keberadaan PG besar di Indonesia beberapa tahun lalu. Mereka yang kini berusia di atas 40 tahun dan pernah belajar ilmu bumi atau geografi, tentu pernah mendapatkan pelajaran dari para guru SD-nya bahwa ada PG besar di Djatiroto.
PG Djatiroto sendiri berdiri pada awal 1910-an dan merupakan salah satu unit usaha HVA yang bermarkas di Amsterdaam. Setelah mengalami beberapa kali rehabilitasi dan peningkatan kapasitas, kini PG Djatiroto mampu mengging tebu 1,1 juta-1,2 juta ton per tahun dan menghasilkan gula lebih dari 80.000 ton. Sejalan dengan program revitalisasi, pada tahun 2009 lalu kapasitas PG ini ditingkatkan dari 5.500 menjadi 8.000 tth. Pasokan tebu tidak hanya berasal dari lahan sendiri, melainkan juga tebu rakyat. Tingginya daya saing tebu terhadap komoditas agribisnis lain menyebabkan jumlah tebu Kabupaten Lumajang melimpah. Sebagian di antaranya bahkan dipasok ke beberapa PG di Kabupaten Probolinggo.
PG Gending
SEKILAS TENTANG PG GENDING
Beroperasi sejak masa kolonial, sebelum restrukturisasi BUMN Perkebunan tahun 1996 PG yang administratif masuk wilayah Kabupaten Probolinggo ini menjadi unit usaha PTP XXIV-XXV. Dalam sejarahnya, angin kencang yang berhembus sekitar PG Gending membuat fotosintesis tanaman berlangsung dengan baik sehingga potensial menunjang tebu rendemen tinggi. Kondisi tersebut mengalami transformasi sejak dunia terkena sindrom perubahan iklim global (global climate change).
Khusus untuk tahun giling 2010, PG Gending merencanakan giling tebu sebanyak 193.712,2 ton (tebu sendiri 8.708,0 ton dan tebu rakyat 185.004,2 ton) yang diperoleh dari areal seluas 2.717,0 ha (TS 109,5 ha dan TR 2.607,5 ha). Gula dihasilkan diproyeksikan mencapai 14.757,2 ton (milik PG 5.420,0 ton dan milik petani 9.337,2 ton) dan tetes 8.717,2 ton. Selain areal berasal dari kecamatan dalam wilayah Kabupaten Probolinggo, juga terdapat di Kabupaten Lumajang yang pembinaannya dilakukan PG Gending sejak awal. Kapasitas PG 1.750 tth (tidak termasuk jam berhenti) atau 1.636 tth sudah termasuk jam berhenti.
PG Gending beberapa kali mengalami pemantapan kapasitas sejalan meningkatnya ketersediaan tebu dari yang semula hanya 1.200 tth. Pengembangan areal terus dilakukan, baik TS maupun TR, seirama kapabilitas PG untuk menggiling tebu lebih banyak. Sasaran utama adalah daerah sawah berpengairan teknis yang secara agronomis juga digunakan untuk budidaya padi dan palawija. PG Gending yakin melalui penerapan agroekoteknologi, kecukupan agroinputs, penataan masa tanam, dan perbaikan manajemen tebang-angkut, produktvitas yang meningkat akan menjadi daya tarik bagi petani untuk menjadikan tebu sebagai komoditas alternatif. Selain itu, pengembangan juga dilakukan ke lahan kering sepanjang air dapat dipompa secara artesis. Upaya menarik animo petani juga dilakukan melalui perbaikan kinerja pabrik dan kelancaran giling.
Sadar akan pentingnya tebu rakyat dalam pemenuhan kebutuhan bakan baku dan pengembangan PG lebih lanjut, pelayanan prima kepada petani teru diupayakan dengan sebaik-baiknya. Secara periodik, PG menyelenggarakanForum Temu Kemitraan (FTK) guna membahas berbagai persoalan yang dihadapi petani, baik di luar maupun dalam masa giling.
Dalam upaya peningkatan produktivitas, PG Gending antara lain melakukan optimalisasi masa tanaman dan penataan varietas menuju komposisi ideal dengan proporsi antara masak awal, tengah dan akhir dengan sasaran 2010/11 berbanding 30-40-30. Melalui kebun semacam ini, petani diharapkan dapat belajar lebih banyak tentang pengelolaan kebun melaluibest agricultural practices.
PG Kanigoro
SEKILAS TENTANG PG KANIGORO
Beroperasi sejak masa kolonial, sebelum restrukturisasi BUMN Perkebunan tahun 1996, PG yang administratif masuk wilayah Kabupaten Madiun menjadi unit usaha PTP XX. Pada era 1970-an dan 1980-an, PG Kanigoro beberapa kali menjadi juara nasional dalam pencapaian rendemen tinggi, sehingga selalu mendapatkan penghargaan pemerintah. Puncak kejayaan tersebut berlalu sejalan dengan berubahnya pola tanam dan tidak berlakunya lagi tata ruang kawasan budidaya tanaman tebu.
Pada tahun 2010, PG Kanigoro merencanakan menggiling tebu sebanyak 237.948,3 ton (tebu sendiri 131.607,4 ton dan tebu rakyat 106.340,9 ton) yang diperoleh dari areal seluas 2.965,9 ha (TS 1.576,0 ha dan TR 1.389,9 ha). Gula dihasilkan diproyeksikan mencapai 19.810,5 ton (milik PG 1.950,0 ton dan milik petani 1.730,5 ton) dan tetes 10.707,6 ton. Kapasitas PG 1.950 tth (tidak termasuk jam berhenti) atau 1.730 tth sudah termasuk jam berhenti.
PG Kanigoro beberapa kali mengalami pemantapan kapasitas dari yang semula hanya 1.200 tth sejalan dengan ketersediaan bahan baku. Untuk upaya mengembalikan kejayaan yang pernah diraih, PG Kanigoro antara lain menyelenggarakan sejumlah kebun percobaan dengan sasaran dapat menjadi wahana pembelajaran, baik bagi petani maupun petugas PG, tentang praktek bududaya terbaik (best agricultural prictices). Varietas yang pernah memberikan kinerja terbaik seperti POJ 2878 dan POJ 3016 dikembangkan setelah dilakukan pemurnian melalui kultur jaringan. Sementara itu, sadar akan pentingnya tebu rakyat dalam pemenuhan kebutuhan bakan baku dan pengembangan PG lebih lanjut, pelayanan prima kepada petani tebu diupayakan dengan sebaik-baiknya. Secara periodik, PG menyelenggarakan Forum Temu Kemitraan (FTK) guna membahas berbagai persoalan yang dihadapi petani, baik di luar maupun dalam masa giling.
Keberadaan PG di tengah kota dan praktis berada di tengah pemukiman penduduk yang sangat padat mengharuskan PG Kanigoro menangani limbah secara terpadu. Pengolahan limbah padat dan cair dilakukan secara simultan agar tidak menimbulkan pencemaran lingkungan. Demikian pula untuk menangani limbah udara, telah dipasang dust collector
PG Kedawoeng
SEKILAS TENTANG PG KEDAWOENG
Beroperasi sejak masa kolonial, sebelum restrukturisasi BUMN Perkebunan tahun 1996 PG yang administratif masuk wilayah Kabupaten Pasuruan ini menjadi unit usaha PTP XXIV-XXV. Pada tahun 2010, PG Kedawoeng merencanakan menggiling tebu sebanyak 297.288,1 ton (tebu sendiri 26.784,0 ton dan tebu rakyat 270,504,1 ton) yang diperoleh dari areal seluas 3.975,3 ha (TS 330,0 ha dan TR 3.645,3 ha). Gula dihasilkan diproyeksikan mencapai 22.033,8 ton (milik PG 8.919,8 ton dan milik petani 13.114,0 ton) dan tetes 13.078,0 ton. Selain Kabupaten Pasuruan, areal pengusahaan tebu PG Kedawoeng juga berasal dari Kabupaten Malang. Kapasitas PG 2.363 tth (tidak termasuk jam berhenti) atau 2.180 tth sudah termasuk jam berhenti.
PG Kedawoeng beberapa kali mengalami peningkatan kapasitas sejalan meningkatnya ketersediaan tebu. Pengembangan areal terus dilakukan, baik untuk TS maupun TR, khususnya untuk wilayah berpengairan teknis. Kalau pun belum berpengairan teknis, namun air dapat diupayakan melalui pompa artesis, penambahan areal juga mengarah ke sana. Harapan selanjutnya, petani mempunyai lebih banyak pilihan dalam mengusahakan komoditas usahatani yang dinilai paling profitable. Dalam 2 tahun ke depan, diharapkan kapasitas PG Kedawoeng menjadi 3.000 tth. Sadar akan pentingnya tebu rakyat dalam pemenuhan kebutuhan bakan baku dan pengembangan PG lebih lanjut, pelayanan prima kepada petani teru diupayakan dengan sebaik-baiknya. Secara periodik, PG menyelenggarakanForum Temu Kemitraan (FTK) guna membahas berbagai persoalan yang dihadapi petani, baik di luar maupun dalam masa giling.
Dalam upaya peningkatan produktivitas, PG Kedawoeng antara lain melakukan optimalisasi masa tanaman, penataan varietas menuju komposisi ideal (proporsi antara masak awal, tengah dan akhir berbanding 30-40-30%), penyediaan agroinputs secara tepat, intensifikasi budidaya, dan perbaikan manajemen tebang angkut. Sedangkan untuk percepatan alih teknologi, PG Soedhono aktif menyelenggarakan kebun percobaan. Melalui kebun semacam ini, petani diharapkan dapat belajar lebih banyak tentang pengelolaan kebun melalui best agricultural practices

PG Olean
SEKILAS TENTANG PG OLEAN
Beroperasi sejak masa kolonial, sebelum restrukturisasi BUMN Perkebunan tahun 1996 PG yang administratif masuk wilayah Kabupaten Situbondo ini menjadi unit usaha PTP XXIV-XXV. Dikenal sebagai PG terkecil di Indonesia (bahkan mungkin di dunia), PG Olean terus tumbuh dan berkembang memberikan yang terbaik bagi kejayaan industri gula Indonesia, antara lain melalui kinerja unggul, mutu produk prima, didukung stakeholders, dan mampu menjadi wahana percepatan pertumbuhan ekonomi regional Situbondo.
Pada tahun 2010, PG Olean merencanakan giling tebu sebanyak 135.212,4 ton (tebu sendiri 9.680,0 ton dan tebu rakyat 125.532,4 ton) yang diperoleh dari areal seluas 1.644,8 ha (TS 113,5 ha dan TR 1.531,3 ha). Gula dihasilkan diproyeksikan mencapai 10.191,1 ton (milik PG 3.966,8 ton dan milik petani 6.224,3 ton) dan tetes 3.138,3 ton. Selain areal berasal dari kecamatan dalam wilayah Kabupaten Probolinggo, juga terdapat di Kabupaten Lumajang yang pembinaannya dilakukan PG Padjarakan sejak awal. Kapasitas PG 1.050 tth (tidak termasuk jam berhenti) atau 913 tth sudah termasuk jam berhenti.
Pengembangan areal terus dilakukan, baik TS maupun TR, seirama kapabilitas PG untuk menggiling tebu lebih banyak. Sasaran utama adalah daerah sawah berpengairan teknis yang secara agronomis juga digunakan untuk budidaya padi dan palawija. PG Olean yakin melalui penerapan agroekoteknologi, kecukupan agroinputs, penataan masa tanam, dan perbaikan manajemen tebang-angkut, produktvitas yang meningkat akan menjadi daya tarik bagi petani untuk menjadikan tebu sebagai komoditas alternatif. Selain itu, pengembangan juga dilakukan ke lahan kering sepanjang air dapat dipompa secara artesis. Termasuk dalam konteks ini rencana kerja-sama pemanfaatan lahan perkebunan untuk ditanami tebu, seperti Pasewaran. Upaya menarik animo petani juga dilakukan melalui perbaikan kinerja pabrik dan kelancaran giling.
Sadar akan pentingnya tebu rakyat dalam pemenuhan kebutuhan bakan baku dan pengembangan PG lebih lanjut, pelayanan prima kepada petani teru diupayakan dengan sebaik-baiknya. Secara periodik, PG menyelenggarakanForum Temu Kemitraan (FTK) guna membahas berbagai persoalan yang dihadapi petani, baik di luar maupun dalam masa giling. Dalam upaya peningkatan produktivitas, PG Olean antara lain melakukan optimalisasi masa tanaman dan penataan varietas menuju komposisi ideal dengan proporsi antara masak awal, tengah dan akhir dengan sasaran 2010/11 berbanding 30-40-30. Melalui kebun semacam ini, petani diharapkan dapat belajar lebih banyak tentang pengelolaan kebun melalui best agricultural practices.
PG Padjarakan
SEKILAS TENTANG PG PADJARAKAN
Beroperasi sejak masa kolonial, sebelum restrukturisasi BUMN Perkebunan tahun 1996 PG yang administratif masuk wilayah Kabupaten Probolinggo ini menjadi unit usaha PTP XXIV-XXV. Pada tahun 2010, PG Padjarakan merencanakan giling tebu sebanyak 145.080,2 ton (tebu sendiri 9.115,2 ton dan tebu rakyat 135.965,0 ton) yang diperoleh dari areal seluas 2.062,4 ha (TS 109,9 ha dan TR 1.952,5 ha). Gula dihasilkan diproyeksikan mencapai 11.323,5 ton (milik PG 4.301,2 ton dan milik petani 7.022,3 ton) dan tetes 6.528,7 ton. Selain areal berasal dari kecamatan dalam wilayah Kabupaten Probolinggo, juga terdapat di Kabupaten Lumajang yang pembinaannya dilakukan PG Padjarakan sejak awal. Kapasitas PG 1.382 tth (tidak termasuk jam berhenti) atau 1.245 tth sudah termasuk jam berhenti.
PG Gending beberapa kali mengalami pemantapan kapasitas sejalan meningkatnya ketersediaan tebu dari yang semula hanya 1.100 tth. Pengembangan areal terus dilakukan, baik TS maupun TR, seirama kapabilitas PG untuk menggiling tebu lebih banyak. Sasaran utama adalah daerah sawah berpengairan teknis yang secara agronomis juga digunakan untuk budidaya padi dan palawija.
PG Padjarakan yakin melalui penerapan agroekoteknologi, kecukupan agroinputs, penataan masa tanam, dan perbaikan manajemen tebang-angkut, produktvitas yang meningkat akan menjadi daya tarik bagi petani untuk menjadikan tebu sebagai komoditas alternatif. Selain itu, pengembangan juga dilakukan ke lahan kering sepanjang air dapat dipompa secara artesis. Upaya menarik animo petani juga dilakukan melalui perbaikan kinerja pabrik dan kelancaran giling.
Sadar akan pentingnya tebu rakyat dalam pemenuhan kebutuhan bakan baku dan pengembangan PG lebih lanjut, pelayanan prima kepada petani teru diupayakan dengan sebaik-baiknya. Secara periodik, PG menyelenggarakanForum Temu Kemitraan (FTK) guna membahas berbagai persoalan yang dihadapi petani, baik di luar maupun dalam masa giling.
Dalam upaya peningkatan produktivitas, PG Padjarakan antara lain melakukan optimalisasi masa tanaman dan penataan varietas menuju komposisi ideal dengan proporsi antara masak awal, tengah dan akhir dengan sasaran 2010/11 berbanding 30-40-30. Melalui kebun semacam ini, petani diharapkan dapat belajar lebih banyak tentang pengelolaan kebun melalui best agricultural practices.
PG Pagottan
SEKILAS TENTANG PG PAGOTTAN
Beroperasi sejak masa kolonial, sebelum restrukturisasi BUMN Perkebunan tahun 1996 PG yang administratif masuk wilayah Kabupaten Madiun ini menjadi unit usaha PTP XX. Pada tahun 2010, PG Pagottan merencanakan menggiling tebu sebanyak 371.794,0 ton (tebu sendiri 142.756,4 ton dan tebu rakyat 229.037,6 ton) yang diperoleh dari areal seluas 5.001,2 ha (TS 1.858,8 ha dan TR 3.142,4 ha). Gula dihasilkan diproyeksikan mencapai 30.656,6 ton (milik PG 18.826,5 ton dan milik petani 11.830,0 ton) dan tetes 11.596,7 ton. Selain Kabupaten Madiun, areal pengusahaan tebu PG Pagottan juga berasal dari Kabupaten Ponorogo. Kapasitas PG 3.000 tth (tidak termasuk jam berhenti) atau 2.982 tth sudah termasuk jam berhenti.
PG Pagottan beberapa kali mengalami peningkatan kapasitas. Terakhir dilakukan tahun 1990-an melalui pemanfaatan peralatan PG Cot Girek di Aceh yang dilikuidasi. Kondisi agroekosistem PG Pagottan yang memungkinkan tebu tumbuh dengan baik, menjadikannya relatif bersaing terhadap komoditas agribisnis lain. Sadar akan pentingnya tebu rakyat dalam pemenuhan kebutuhan bakan baku dan pengembangan PG lebih lanjut, pelayanan prima kepada petani tebu diupayakan dengan sebaik-baiknya. Secara periodik, PG menyelenggarakan Forum Temu Kemitraan(FTK) guna membahas berbagai persoalan yang dihadapi petani, baik di luar maupun dalam masa giling.
Dalam upaya peningkatan produktivitas, PG Pagottan antara lain melakukan optimalisasi masa tanaman, penataan varietas menuju komposisi ideal (proporsi antara masak awal, tengah dan akhir berbanding 30-40-30%), penyediaan agroinputs secara tepat, intensifikasi budidaya, dan perbaikan manajemen tebang angkut. Sedangkan untuk percepatan alih teknologi, PG Pagottan aktif menyelenggarakan kebun percobaan. Melalui kebun semacam ini, petani diharapkan dapat belajar lebih banyak tentang pengelolaan kebun melalui best practices
PG Pandjie
SEKILAS TENTANG PG PANDJIE
Beroperasi sejak masa kolonial, sebelum restrukturisasi BUMN Perkebunan tahun 1996 PG yang administratif masuk wilayah Kabupaten Situbondo ini menjadi unit usaha PTP XXIV-XXV. Meskipun lokasinya di tengah kota yang secara geografis menghadapi banyak hambatan dalam pengembangan areal, PG Pandjie tetap eksis dan terus berkembang memberikan yang terbaik bagi kemajuan perseroan dan kejayaan industri gula nasional. Perwujudan PG Pandjie sebagai industri ramah lingkungan dilakukan melalui pengelolaan lingkungan secara terintegrasi, baik untuk pemasangandust collector maupun penanganan limbah padat dan cair.
Pada tahun 2010, PG Pandjie merencanakan giling tebu sebanyak 161.830,6 ton (tebu sendiri 28.742,4 ton dan tebu rakyat 133.088,2 ton) yang diperoleh dari areal seluas 2.328,6 ha (TS 428,4 ha dan TR 1.900,2 ha). Gula dihasilkan diproyeksikan mencapai 12.508,4 ton (milik PG 5.715,4 ton dan milik petani 6.793,0 ton) dan tetes 7.282,5 ton. Selain areal berasal dari kecamatan dalam wilayah Kabupaten Situbondo (tebu yang tidak tergiling di PG Assembagoes), juga terdapat di Kabupaten Jember yang pembinaannya dilakukan PG Pandjie sejak awal. Kapasitas PG 1.700 tth (tidak termasuk jam berhenti) atau 1.453 tth sudah termasuk jam berhenti.
PG Pandjie beberapa kali mengalami pemantapan kapasitas sejalan meningkatnya ketersediaan tebu dari yang semula hanya 1.100 tth. Pengembangan areal terus dilakukan, baik TS maupun TR, seirama kapabilitas PG untuk menggiling tebu lebih banyak. Sasaran utama adalah daerah sawah berpengairan teknis yang secara agronomis juga digunakan untuk budidaya padi dan palawija.
PG Pandjie yakin melalui penerapan agroekoteknologi, kecukupan agroinputs, penataan masa tanam, dan perbaikan manajemen tebang-angkut, produktvitas yang meningkat akan menjadi daya tarik bagi petani untuk menjadikan tebu sebagai komoditas alternatif. Selain itu, pengembangan juga dilakukan ke lahan kering sepanjang air dapat dipompa secara artesis. Upaya menarik animo petani juga dilakukan melalui perbaikan kinerja pabrik dan kelancaran giling.
Sadar akan pentingnya tebu rakyat dalam pemenuhan kebutuhan bakan baku dan pengembangan PG lebih lanjut, pelayanan prima kepada petani teru diupayakan dengan sebaik-baiknya. Secara periodik, PG menyelenggarakanForum Temu Kemitraan (FTK) guna membahas berbagai persoalan yang dihadapi petani, baik di luar maupun dalam masa giling. Dalam upaya peningkatan produktivitas, PG Pandjie antara lain melakukan optimalisasi masa tanaman dan penataan varietas menuju komposisi ideal dengan proporsi antara masak awal, tengah dan akhir dengan sasaran 2010/11 berbanding 30-40-30. Melalui kebun semacam ini, petani diharapkan dapat belajar lebih banyak tentang pengelolaan kebun melalui best agricultural practices.
PG Poerwodadie
SEKILAS TENTANG PG POERWODADIE
PG Poerwodadie didirikan tahun 1870, secara administratif masuk wilayah Kabupaten Magetan. Pada tahun 2010, PG Poerwodadie merencanakan menggiling tebu sebanyak 268.491,6 ton (tebu sendiri 95.900,0 ton dan tebu rakyat 172.591,6 ton) yang diperoleh dari areal seluas 3.465,5 ha (TS 1.175,0 ha dan TR 2.300,5 ha). Areal tidak hanya mencakup sejumlah kecamatan di Kabupaten Magetan, namun juga di Kabupaten Bojonegoro. Gula dihasilkan diproyeksikan mencapai 21.316,3 ton (milik PG 12.978,5 ton dan milik petani 4.314,9 ton) dan tetes 21.316,3 ton. Kapasitas PG 2.312 tth (tidak termasuk jam berhenti) atau 2.056,4 tth sudah termasuk jam berhenti.
Sadar pentingnya tebu rakyat dalam memenuhi kebutuhan bahan baku, PG Poerwodadie berupaya memberikan yang terbaik untuk petani. Sejumlah kebun peragaan diselenggarakan dengan maksud dapat menjadi wahana pembelajaran, baik bagi petugas PG maupun petani, tentang praktek budidaya terbaik (best agricultural practices). Adanya kebun peragaan juga memungkinkan para petani berinteraksi dengan PG terkait upaya peningkatan produktivitas secara berkelanjutan. Arah yang ingin dicapai produktivutas rata-rata 8 ton hablur per hektar antara lain direalisasikan melalui penataan masa tanam, penataan varietas (menuju komposisi ideal antara masak awal, tengah, dan akhir 30-40-30 % pada TG 2010/11), kecukupan agroinputs, dan perbaikan manajemen tebang-angkut.
Adanya Litbang Wilayah Barat yang berpusat di PG Poerwodadie, memungkinkan adopsi dan diseminasi teknologi berjalan lebih cepat. Sedangkan untuk mengatasi kemungkinan pencemaran akibat aktivitas pabrik yang potensial mengganggu masyarakat, PG Poerwodadie terus berupaya memperbaiki instalasi pengolahan limbah secara terpadu, baik untuk limbah padat, cair maupun udara. Harapan selanjutnya adalah industri ramah lingkungan (environmental friendly)
PG Pradjekan
SEKILAS TENTANG PG PARDJEKAN
Beroperasi sejak masa kolonial, sebelum restrukturisasi BUMN Perkebunan tahun 1996 PG yang administratif masuk wilayah Kabupaten Bondowoso ini menjadi unit usaha PTP XXIV-XXV. Agroekosistem yang relatif sesuai untuk pertumbuhan dan perkembangan tanaman tebu memungkinkan fotosintesis berlangsung secara optimal. Tidak mengherankan bila semua persyaratan agronomis dipenuhi, rendemen tinggi bagi PG Pradjekan merupakan kenyataan. Dukungan peralatan pabrik yang sangat menunjang kelancaran giling, efisiensi, dan mutu produk menjadi daya tarik yang tidak kalah menariknya sehingga membuat para petani semakin yakin bahwa tebu merupakan komoditas alternatif sangat menguntungkan yang berkemampuan meningkatkan kesejahteraan keluarganya.
Pada tahun 2010, PG Pradjekan merencanakan giling tebu sebanyak 400.428,3 ton (tebu sendiri 30.392,7 ton dan tebu rakyat 369.535,6 ton) yang diperoleh dari areal seluas 6.132,8 ha (TS 404,3 ha dan TR 5.728,5 ha). Gula dihasilkan diproyeksikan mencapai 29.682,2 ton (milik PG 11.697,4 ton dan milik petani 29.682,2 ton) dan tetes 18.019,5 ton. Kapasitas giling 2.926 tth (tidak termasuk jam berhenti) atau 2.640 tth sudah termasuk jam berhenti.
Pengembangan areal terus dilakukan, baik TS maupun TR, seirama kapabilitas PG untuk menggiling tebu lebih banyak. Sasaran utama adalah daerah sawah berpengairan teknis yang secara agronomis juga digunakan untuk budidaya padi dan palawija. PG Pradjekan yakin melalui penerapan agroekoteknologi, kecukupan agroinputs, penataan masa tanam, dan perbaikan manajemen tebang-angkut, produktvitas yang meningkat akan menjadi daya tarik bagi petani untuk menjadikan tebu sebagai komoditas alternatif. Selain itu, pengembangan juga dilakukan ke lahan kering sepanjang air dapat dipompa secara artesis.
Sadar akan pentingnya tebu rakyat dalam pemenuhan kebutuhan bakan baku dan pengembangan PG lebih lanjut, pelayanan prima kepada petani teru diupayakan dengan sebaik-baiknya. Secara periodik, PG menyelenggarakanForum Temu Kemitraan (FTK) guna membahas berbagai persoalan yang dihadapi petani, baik di luar maupun dalam masa giling. Dalam upaya peningkatan produktivitas, PG Pradjekan antara lain melakukan optimalisasi masa tanaman dan penataan varietas menuju komposisi ideal dengan proporsi antara masak awal, tengah dan akhir dengan sasaran 2010/11 berbanding 30-40-30. Melalui kebun semacam ini, petani diharapkan dapat belajar lebih banyak tentang pengelolaan kebun melalui best agricultural practices.
PG Redjosarie
SEKILAS TENTANG PG REDJOSARIE
Beroperasi sejak masa kolonial, sebelum restrukturisasi BUMN Perkebunan tahun 1996 PG yang administratif masuk wilayah Kabupaten Magetan menjadi unit usaha PTP XX. Pada tahun 2010, PG Redijosarie merencanakan menggiling tebu sebanyak 308.686,7 ton (tebu sendiri 61.344,9 ton dan tebu rakyat 247.314,8 ton) yang diperoleh dari areal seluas 3.964 ha (TS 764 ha dan TR 3.200 ha). Gula dihasilkan diproyeksikan mencapai 24.370,1 ton (milik PG 11.596,7ton dan milik petani 12.773,4 ton) dan tetes 11.596,7 ton. Kapasitas PG 2.675 tth (tidak termasuk jam berhenti) atau 2.454 tth sudah termasuk jam berhenti.
PG Redjosarie dikenal sebagai lumbung tebu rakyat. Kondisi agroekosistem yang memungkinkan tebu tumbuh dengan baik, menjadikannya relatif bersaing terhadap komoditas agribisnis lain. Sadar akan pentingnya tebu rakyat dalam pemenuhan kebutuhan bakan baku dan pengembangan PG lebih lanjut, pelayanan prima kepada petani tebu diupayakan dengan sebaik-baiknya. Secara periodik, PG menyelenggarakan Forum Temu Kemitraan (FTK) guna membahas berbagai persoalan yang dihadapi petani, baik di luar maupun dalam masa giling.
Dalam upaya percepatan alih teknologi, PG Redjosarie aktif menyelenggarakan kebun percobaan. Melalui kebun semacam ini, petani diharapkan dapat belajar lebih banyak tentang pengelolaan kebun melaluibest agrocultural practices. Adanya kebun peragaan juga memungkinkan para petani berinteraksi dengan PG terkait upaya peningkatan produktivitas secara berkelanjutan. Arah yang ingin dicapai produktivutas rata-rata 8 ton hablur per hektar antara lain direalisasikan melalui penataan masa tanam, penataan varietas (menuju komposisi ideal antara masak awal, tengah, dan akhir 30-40-30 % pada TG 2010/11), kecukupan agroinputs, dan perbaikan manajemen tebang-angkut.
PG Semboro
SEKILAS TENTANG PG SEMBORO
PG Semboro berada di Desa/Kecataman Semboro, Kabupaten Jember. Beroperasi sejak 1928 sebagai unit usaha milik perusahaan swasta di era kolonialisme. Setelah mengalami beberapa kali rehabilitasi, kini PG Semboro berkapasitas 7.000 tth. Peningkatan kapasitas dilakukan tahun 2009 sejalan dengan dicanangkannya program revitalisasi dari sebelumnya sebesar 4.500 tth. Arel pengusahaan tebu sekitar 9.000 hektar, baik yang berasal dari tebu sendiri maupun rakyat. Tebu digiling mencapai 900.000 ton dan gula dihasilkan sebanyak 88.000 ton.
Dalam pada itu, untuk meningkatkan mutu produk sejalan dengan perubahan perilaku konsumen yang cenderung memilih gula bermutu tinggi dan warna lebih putih cemerlang, pada tahun 2009 juga telah dilakukan alih proses dari sulfitasi dan remelt karbonatasi. Melalui proses ini, mutu produk dihasilkan minimal setara gula rafinasi sehingga secara bertahap PTPN XI dapat masuk ke pasar eceran yang memberikan premium lebih baik.
PG Soedhono
SEKILAS TENTANG PG SOEDHONO
Beroperasi sejak masa kolonial, sebelum restrukturisasi BUMN Perkebunan tahun 1996 PG yang administratif masuk wilayah Kabupaten Ngawi ini menjadi unit usaha PTP XX. Pada tahun 2010, PG Soedhono merencanakan menggiling tebu sebanyak 336.545,0 ton (tebu sendiri 128.606,1 ton dan tebu rakyat 207,938,9 ton) yang diperoleh dari areal seluas 4.458,6 ha (TS 1.636,3 ha dan TR 4.458,6 ha). Gula dihasilkan diproyeksikan mencapai 26,212,2 ton (milik PG 16.572,7 ton dan milik petani 9.639,5 ton) dan tetes 11.15.144,7 ton. Selain Kabupaten Ngawi, areal pengusahaan tebu PG Soedhono juga berasal dari Kabupaten Bojonegoro. Kapasitas PG 2.800 tth (tidak termasuk jam berhenti) atau 2.482 tth sudah termasuk jam berhenti.
PG Soedhono beberapa kali mengalami peningkatan kapasitas sejalan meningkatnya ketersediaan tebu. Sadar akan pentingnya tebu rakyat dalam pemenuhan kebutuhan bakan baku dan pengembangan PG lebih lanjut, pelayanan prima kepada petani teru diupayakan dengan sebaik-baiknya. Secara periodik, PG menyelenggarakan Forum Temu Kemitraan (FTK) guna membahas berbagai persoalan yang dihadapi petani, baik di luar maupun dalam masa giling.
Dalam upaya peningkatan produktivitas, PG Soedhono antara lain melakukan optimalisasi masa tanaman, penataan varietas menuju komposisi ideal (proporsi antara masak awal, tengah dan akhir berbanding 30-40-30%), penyediaan agroinputs secara tepat, intensifikasi budidaya, dan perbaikan manajemen tebang angkut. Sedangkan untuk percepatan alih teknologi, PG Soedhono aktif menyelenggarakan kebun percobaan. Melalui kebun semacam ini, petani diharapkan dapat belajar lebih banyak tentang pengelolaan kebun melalui best agricultural practices.
PG Wonolangan
SEKILAS TENTANG PG WONOLANGAN
Beroperasi sejak masa kolonial, sebelum restrukturisasi BUMN Perkebunan tahun 1996 PG yang administratif masuk wilayah Kabupaten Probolinggo ini menjadi unit usaha PTP XXIV-XXV. Pada tahun 2010, PG Wonolangan merencanakan menggiling tebu sebanyak 211.904,5 ton (tebu sendiri 8.708,0 ton dan tebu rakyat 185.004,2 ton) yang diperoleh dari areal seluas 2.746,0 ha (TS 121,0 ha dan TR 2.625,0 ha). Gula dihasilkan diproyeksikan mencapai 16.674,5 ton (milik PG 6.242,3 ton dan milik petani 10.432,2 ton) dan tetes 9.535,8 ton. Selain Kabupaten Probolinggi, areal pengusahaan tebu PG Wonolangan juga berasal dari Kabupaten Lumajang. Kapasitas PG 1.742 tth (tidak termasuk jam berhenti) atau 1.619 tth sudah termasuk jam berhenti.
PG Wonolangan beberapa kali mengalami peningkatan kapasitas sejalan meningkatnya ketersediaan tebu. Sadar akan lokasinya yang berada di tengah kota yang tengah mengalami pertumbuhan pesat, PG Wonolangan terus berupaya meningkatkan pelayanan bagi para petani, termasuk pemilik tebu rakyat mandiri yang notabena tidak terikat PG mana pun. Peningkatan kinerja pabrik melalui kelancaran giling dan efisiensi menjadi concern untuk memenangkan kompetisi dan mendapatkan jumlah tebu relatif memadai sesuai kapasitas giling. Selain itu, mengingat pentingnya tebu rakyat dalam pengembangan PG, secara periodik, PG menyelenggarakan Forum Temu Kemitraan (FTK) guna membahas berbagai persoalan yang dihadapi petani, baik di luar maupun dalam masa giling.
Dalam upaya peningkatan produktivitas, PG Wonolangan antara lain melakukan optimalisasi masa tanaman, penataan varietas menuju komposisi ideal (proporsi antara masak awal, tengah dan akhir berbanding 30-40-30%), penyediaan agroinputs secara tepat, intensifikasi budidaya, dan perbaikan manajemen tebang angkut. Sedangkan untuk percepatan alih teknologi, PG Soedhono aktif menyelenggarakan kebun percobaan. Melalui kebun semacam ini, petani diharapkan dapat belajar lebih banyak tentang pengelolaan kebun melalui best agricultural practices. Khusus untuk tebu Lumajang, pembinaan dilakukan sejak awal, sehingga tercipta hubungan emosional yang lebih baik antara petani dan PG. Harapan selanjutnya, loyalitas petani untuk memasok tebu ke PG Wonolangan terbentuk sejak dini.
PG Wringin Anom
SEKILAS TENTANG PG WRINGINANOM
Beroperasi sejak masa kolonial, sebelum restrukturisasi BUMN Perkebunan tahun 1996 PG yang administratif masuk wilayah Kabupaten Situbondo ini menjadi unit usaha PTP XXIV-XXV. Sedikit melihat ke belakang, dalam sejarahnya pada tahun 1980-an PG ini hampir pernah dibekuoperasikan karena rendemen dicapai hanya 11,0%. Kondisi memang sudah berubah sejalan perubahan frontal pada tatanan di semua aspek kehidupan dan lingkungan, termasuk tidak adanya lagi kawasan tata ruang budidaya tebu dan kebebasan petani untuk mengusahakan tanaman apa saja yang dinilai paling menguntungkan, namun PG Wringinanom tetap eksis dan terus berkembang.
Pada tahun 2010, PG Wringinanom merencanakan giling tebu sebanyak 147.487,6 ton (tebu sendiri 6.792,5 ton dan tebu rakyat 140.695,0 ton) yang diperoleh dari areal seluas 1.731,5 ha (TS 71,5 ha dan TR 1.660,0 ha). Gula dihasilkan diproyeksikan mencapai 11.819,6 ton (milik PG 4.321,5 ton dan milik petani 7.498,1 ton) dan tetes 6.637,2 ton. Kapasitas PG 1.128 tth (tidak termasuk jam berhenti) atau 985 tth sudah termasuk jam berhenti.
Pengembangan areal terus dilakukan, baik TS maupun TR, seirama kapabilitas PG untuk menggiling tebu lebih banyak. Sasaran utama adalah daerah sawah berpengairan teknis yang secara agronomis juga digunakan untuk budidaya padi dan palawija. PG Wringinanom yakin melalui penerapan agroekoteknologi, kecukupan agroinputs, penataan masa tanam, dan perbaikan manajemen tebang-angkut, produktvitas yang meningkat akan menjadi daya tarik bagi petani untuk menjadikan tebu sebagai komoditas alternatif. Selain itu, pengembangan juga dilakukan ke lahan kering sepanjang air dapat dipompa secara artesis. Upaya menarik animo petani juga dilakukan melalui perbaikan kinerja pabrik dan kelancaran giling.
Sadar akan pentingnya tebu rakyat dalam pemenuhan kebutuhan bakan baku dan pengembangan PG lebih lanjut, pelayanan prima kepada petani teru diupayakan dengan sebaik-baiknya. Secara periodik, PG menyelenggarakanForum Temu Kemitraan (FTK) guna membahas berbagai persoalan yang dihadapi petani, baik di luar maupun dalam masa giling. Dalam upaya peningkatan produktivitas, PG Wringinanom antara lain melakukan optimalisasi masa tanaman dan penataan varietas menuju komposisi ideal dengan proporsi antara masak awal, tengah dan akhir dengan sasaran 2010/11 berbanding 30-40-30. Melalui kebun semacam ini, petani diharapkan dapat belajar lebih banyak tentang pengelolaan kebun melaluibest agricultural practices.
Rumah Sakit
PTPN XI (PERSERO) mempunyai beberapa unit usaha Rumah Sakit, antara lain :
1. RS Lavalette
2. RS Wonolangan
3. RS Djatiroto
4. RS Elizabeth

RS Lavalette
SEKILAS TENTANG RS LAVALETTE
RS Lavalette berada di jantung Kota Malang. Berdiri pada awal abad 20 sebagai klinik yang melayani pasien dari kalangan perkebunan dab industri gula. Saat nasionalisasi perusahaan swasta asing tahun 1957, RS Lavalette menjadi bagian dari BPU PPN Gula. Dalam perkembangan selanjutnya, RS Lavalette merupakan unit usaha PTP XXIV-XXV yang kemudian setelah restrukturisasi BUMN Perkebunan tahun 1996 berubah menjadi PTPN XI. Motto RS ini adalah pelayanan terprima, pasien nyaman (PTPN).
RS Lavalette terus melengkapi peralatan dan fasilitas sebagai upaya memberikan yang terbaik bagi pasien. Antara lain unit hemodialisis bagi penderita gagal ginjal. Pasien tidak hanya berasal dari karyawan dan keluarga PTPN XI, akan tetapi juga masyarakat luas yang memerlukan jasa pelayanan medic lebih baik. Suasana Kota Malang yang sejuk memungkinkan pasien merasa nyaman dan proses penyembuhan menjadi lebih cepat. Sejalan dengan upaya peningkatan pelayanan tersebut, RS Lavalette juga bekerja sama dengan beberapa RS di Malang dan Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya.
Pada tahun 2010, RS Lavalette merencanakan bed occupation rate (BOR) 79%, turn-on internal (TOI) 1,3 dan bed turn-over (BTO 58).. Jumlah tempat tidur 141, jumlah pasien 8.231 (internal 823 dan eksternal 7.408), lengh of stay rata-rata 4,9 (internal 4,8 dan eksternal 5,0), hari perawatan 40.664 (internal 3.911 dan eksternal 36.753)
RS Elizabeth
SEKILAS TENTANG RS ELIZABETH
RS Elizabeth berada di jantung kota Situbondo. Berdiri pada awal abad 20 sebagai klinik yang melayani pasien dari kalangan perkebunan dan industri gula. Saat nasionalisasi perusahaan swasta asing tahun 1957, RS Lavalette menjadi bagian dari BPU PPN Gula. Dalam perkembangan selanjutnya, RS Elizabeth merupakan unit usaha PTP XXIV-XXV yang kemudian setelah restrukturisasi BUMN Perkebunan tahun 1996 berubah menjadi PTPN XI.
Meskipun beberapa kali dilanda banjir bandang, RS Elzabeth terus melengkapi peralatan dan fasilitas sebagai upaya memberikan yang terbaik bagi pasien. Pasien tidak hanya berasal dari karyawan dan keluarga PTPN XI, akan tetapi juga masyarakat luas yang memerlukan jasa pelayanan medic lebih baik. Kenyamanan tempat, keramahan pasien, kompetensi dokter dalam memberikan pelayanan untuk pasien, dan kepercayaan pasien itu sendiri dapat disebut sebagai modal dasar yang terus memberikan inspirasi manajemen untuk memberikan yang terbaik. Pada gilirannta, RS Elizabeth adalah rujukan bagi RS sekitarnya.
Pada tahun 2010, RS Elizabeth merencanakan bed occupation rate (BOR) 73%, turn-on internal (TOI) 1,5 dan bed turn-over (BTO 64). Jumlah tempat tidur 61, jumlah pasien 3.875 (internal 757 dan eksternal 3.118), lengh of stay rata-rata 4,2 (internal 5,4 dan eksternal 3,9), hari perawatan 16.263 (internal 4.088 dan eksternal 12.175).

1 komentar:

  1. adakah wacana membuka jalur wisata lori ataupun jalur komersil angkutan penumpang dengan memanfaatkanjalur yang sudah ada yang terhubung dengan PG didaerah lain melewati pedalaman yang tidak dilewati oleh mobil angkutan umum...

    BalasHapus